Localized Content Marketing: Dari Nasi Uduk Sampai Memes

Froyo Story
4 min readFeb 13, 2020

Kalian pernah nggak, pergi ke resto yang biasa nyajiin menu makanan asing kayak western atau Japanese lalu tiba-tiba kalian nemuin menu makanan khas Indonesia di dalam daftar menunya? Gimana menurut kalian, merasa bangga dan salut atau malah malu dan menganggap konyol?

Seperti yang McDonald Indonesia lakukan tahun 2018 lalu, diantara menu yang udah biasa kalian lihat terseliplah menu, Nasi Uduk! Iya, nasi uduk, makanan tradisional khas Jakarta ini didaulat menjadi menu lokal pendamping ayam goreng McDonald. Gimana tuh rasanya? Walaupun mungkin rasanya nggak seenak nasi uduk yang biasa kalian beli di warung langganan kalian, nasi uduk McDonald ini terbukti bisa jadi trending di media sosial.

Untuk sebuah strategi marketing, apa yang dilakukan McDonald cukup berisiko. Gimana nggak, walaupun nasi uduk adalah menu khas Indonesia khususnya Jakarta, belum tentu rasanya cocok di lidah sebagian besar orang Indonesia, it’s about taste. Tapi kenapa bisa jadi trending? It’s because the magic of marketing. Promosi gencar di berbagai media jadi senjatanya, apalagi kontennya mengangkat menu lokal dan yang melakukan adalah resto asing ternama, bangga dong pastinya sebagai warga lokal.

Pride is an emotion that plays an important role in many aspects of our lives, including our consumption experiences.

Well, kalo udah menyangkut pride terlepas gimana nanti rasanya enak atau nggak, biasanya audience bakalan tertarik untuk mencoba mengkonsumsinya and thank god strategi marketing “melokalkan diri” yang dilakukan McDonald kali ini bisa dibilang sukses. Oh ya, strategi yang sama juga pernah dilakukan oleh international fast-food chain lainnya di Indonesia seperti Pizza Hut yang pernah pakai rendang menjadi salah satu varian menu pizzanya.

Apa yang dilakukan McDonald dan Pizza Hut adalah implementasi strategi marketing yang biasa disebut Localized Content Marketing, simply by directing your marketing efforts toward your local target market. Untuk melakukan hal yang serupa sebenarnya kalian nggak harus jadi content-creator yang go international dulu atau ngelakuin hal yang sama dengan dua resto fast-food tersebut. Bekal yang kalian harus punya adalah pengetahuan mendalam tentang target audience yang kalian tuju, kayak apa sih behavior mereka, kebiasaan apa aja yang mereka lakukan sehari-hari, apa yang mereka consume in terms of products or media, and who’s their role model for everyday life.

Nah, kalo McDonald pakai nasi uduk buat attract their customer, kalian sebagai content creator bisa lho pakai hal-hal lain, contohnya memes. Jaman sekarang nggak perlu ribet-ribet mencari apa yang sedang hot and local banget di dunia maya, kalian tinggal buka media sosial kalian, and voila! Banyak info tentang apa yang lagi in banget di circle audiens kalian yang bisa dijadiin bahan konten. Selain info, lawakan receh yang viral di Instagram atau Twitter juga bisa kalian jadikan referensi yang punya kemungkinan untuk jadi viral, dan kebanyakan lawakan dan recehan yang viral ini biasanya formatnya lokal banget dan kadang-kadang sangat nggak keduga, misalnya lawakan biawak manjat pagar yang viral tahun lalu, atau mungkin recehan yang relatable banget yang bahkan bisa diomongin terus even outside of the social media seperti yang dilakukan oleh salah satu account memes terbesar Indonesia @awreceh yang difollow 3.3 juta orang, dengan engagement 10ribu keatas di setiap postnya.

Penggunaan memes untuk dijadikan konten sebenarnya ada untung dan ruginya, jika bisa distrategikan dengan baik, memes akan menjadi hal yang viral and shareable banget contohnya account Grab Indonesia di Twitter yang nyeritain pengalaman-pengalaman unik saat menggunakan Grab dan dikemas in memes format atau account Netflix Indonesia yang juga mulai menggunakan memes dan caption yang singkat tapi related di Instagramnya dan hasilnya kedua account tersebut berhasil menarik perhatian audiens di setiap kontennya. Nah, kedua account ini sangat melokalkan diri dengan apa yang terjadi di media sosial Indonesia saat ini mulai dari penggunaan image and caption yang rasanya Indonesia banget. But beware guys, jangan sampai salah menggunakan caption atau image sebagai bahan memes karena risikonya dapat membuat persepsi yang berbeda di benak audiens.

Indonesia terdiri dari banyak suku, adat, dan budaya, fakta ini menandakan ada banyak bahan yang bisa kalian gunakan untuk strategi Localized Content Marekting dimana caption atau image yang kalian buat akan sangat tergantung dari sisi geografis dimana audiens kalian tinggal. Kalian bisa memakai bahasa, image, dan tokoh dari daerah yang sering digunakan di tempat kalian menargetkan konten kalian. Memang menggunakan strategi Localized Content ini akan mengecilkan jangkauan target audiens kalian, misalnya jika kalian menggunakan caption berbahasa Jawa maka yang akan mengerti konten kalian ya yang bisa berbahasa Jawa juga tapi konten kalian akan dapat lebih fokus dan relatable.

Nah, di tahun 2020 ini, content creator akan semakin banyak jumlahnya dan jika kalian ingin jadi “one of a kind”, coba deh untuk melokalkan konten-konten kalian supaya lebih relate dengan kehidupan audiens kalian sehari-hari dengan begitu kemungkinan konten kalian menjadi viral and shareable akan lebih tinggi dibandingkan konten-konten biasa lainnya.

--

--